Laman

Jumat, 11 November 2016

Mindset (PNS) dan Pengangguran


Sering kali kita mendengar kata mindset, tetapi mungkin kita belum tahu apa arti mindset itu sendiri. Mindset sebenarnya berasal dari dua kata bahasa inggris yang digabung menjadi satu yaitu “mind” dan “set”. Mind berarti pikiran, akal, ingatan. Sedangkan “set” adalah kumpulan, perangkat. Jadi secara harfiah diartikan sebagai kumpulan atau perangkat pikiran atau akal atau ingatan. Tetapi sebenarnya maksud yang ingin disampaikan bukanlah demikian, yang dimaksud mindset disini adalah pola pikir yang mempengaruhi pola kerja atau tindakan-tindakan.
Lantas apa hubungan mindset dengan kita ? sebagai individu yang hidup ditengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam latar belakang disiplin ilmu, kita sering mendengar atau boleh jadi kita pernah secara gamblang meminta pandangan orang lain (yang kita anggap dapat memberikan masukan secara objektif) mengenai cara berpikir mereka, tujuannya adalah mencoba mengenali, mengetahui dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang terjadi, agar jangan sampai kita masih berpikir bahwa kita cukup dengan berjalan saja, tetapi ternyata lingkungan kita sudah menuntut kita untuk berlari.
Kenyataan yang didengar dan dilihat adalah seringnya kita mendapatkan pola pikir orang-orang yang memberikan pandanganya malah membuat kita salah kaprah dalam berpikir dan bertindak. Contohnya seseorang yang sering diwarung kopi bersama penulis mengatakan bahwa kita punya status sosial lebih rendah dan hidup pas-pasan (jika tidak boleh dikatakan melarat) jika kita bukan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia mengatakannya seperti tidak main-main karena memang latar belakangnya bukan seorang PNS dan penulis sendiri tahu hidupnya memang serba kekurangan. Nah, saat kita yakin bahwa hidup sebagai seorang yang bukan PNS bisa serba kekurangan, maka tindakan-tindakan kita pun cenderung mencerminkan keyakinan itu, artinya bagaimanapun caranya, mencari jalan supaya status pegawai tersebut dapat kita sandang menjadi sebuah kewajiban bagi kita. Contoh lain mindset yang dapat mempengaruhi tindakan-tindakan kita walau tidak membuat kita rugi adalah seperti kata-kata orangtua dulu yang sering mengucapkan kepada anaknya dalam bahasa Aceh “bek kajak sidroe neuk, enteuk dicok le maob” (nak, jangan pergi sendiri, nanti diculik maob), maka dengan sendirinya anak-anak tidak akan berani keluar sendiri karena takut diculik maob, padahal kita sendiri yang juga pernah takut dengan maob baru tahu kalau maob hanyalah sebuah nama yang sangat popular dizaman dulu, namun orangnya tidak pernah kita kenal. Begitulah kira-kira mindset kita dibentuk berdasarkan atas apa yang sering kita lihat dan kita dengar.

Hubungannya dengan pengangguran
Tingginya minat masyarakat kita untuk menjadi PNS tentu disadari oleh kita semua. Jika tidak sadar, lihat saja ke beberapa sekolah atau kantor-kantor pemerintahan, dapat dipastikan disana lebih banyak pegawai bakti daripada PNS. Ironisnya bagi pegawai-pegawai ini, dengan harapan menjadi PNS, mereka rela bertahun-tahun mengabdi tanpa kejelasan status kapan menjadi seorang PNS. Jangan ditanya kenapa tidak bekerja sebagai seorang wirausahawan karena rata-rata dari mereka menjawab wiraswasta tidak menjamin kehidupan yang layak dan sebagainya. Sedangkan hidup sebagai PNS lebih terhormat, bergengsi, dan terjamin, disamping itu dikuatkan dengan asumsi bahwa PNS berada dizona nyaman, meskipun sering bolos dan bermalas-malasan. Meski disisi lain harus diakui masih banyak PNS yang kreatif dan inovatif dalam menjalankan tupoksinya sebagai pelayan masyarakat.
Dari pandangan diatas dapat kita simpulkan bahwa, budaya masyarakat kita yang (masih) cenderung meremehkan orang yang berprofesi non PNS telah mengubah persepsi kita bahwa bekerja di bukan PNS adalah sebuah kegagalan, bahkan ada yang lebih kejam lagi, kita dianggap seorang pengangguran meski pada saat yang sama kita bekerja diswasta atau sedang berwirausaha. Padahal meskipun profesi wiraswasta dianggap remeh, justru kerap sukses dalam menjalankan bisnisnya, bahkan memiliki penghasilan melebihi PNS. Namun itu belum cukup sebagai tolok ukur bagi masyarakat kita untuk berpikir bahwa bekerja di wiraswasta juga bisa mendapat penghasilan yang lebih banyak.
Berangkat dari seringnya kita mendengar doktrin diataslah, alam bawah sadar kita semakin percaya bahwa PNS adalah segala-galanya, menyandang status PNS akan membuat hidup terasa sempurna bahkan sampai berani menganggap sinis pekerjaan lain seperti berwirausaha. Pola pikir inilah yang dibentuk generasi muda sekarang, baik yang masih duduk dibangku kuliah maupun yang sudah sarjana, sehingga saban hari pengangguran samakin bertaburan bagaikan jamur dimusim hujan. Sebagai bukti harian Serambi Indonesia beberapa waktu lalu pernah merilis data tahun 2014 dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Kadisnakermobduk) Aceh yang menyebutkanTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh bertambah dari 11.878 orang tahun 2013 menjadi 18.000 orang ditahun 2014. Dan kemungkinan semakin bertambah ditahun berikutnya karena sedikitnya lapangan kerja. Data tersebut juga membuat kita tercengang jika kita lihat sebagian besarnya pengangguran adalah berasal dari masyarakat yang berpendidikan tinggi, yaitu tamatan SMA, Diploma dan Universitas. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat kita masih terlalu mengharapkan pekerjaan dari pemerintah, artinya ketika ada banyak lulusan yang tidak menjadi PNS disetiap penerimaan, mereka lebih memilih menunggu penerimaan ditahun berikutnya daripada menciptakan lapangan kerja sendiri, sehingga hasilnya adalah pengangguran semakin merajalela.

Oleh karena itu, sudah seyogianya, sepantasnya kita harus mengubah mindset kita terhadap sebuah pekerjaan, janganlah meremehkan suatu pekerjaan karena hakikatnya pekerjaan tidak pernah salah, baik itu PNS, wiraswasta maupun lain-lain, bahkan semua pekerjaan sama-sama saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Dan yang paling penting, selama pekerjaan yang kita geluti itu labelnya halal, maka rejeki yang kita peroleh pun sama derajatnya dimata Allah Swt. Jangan pernah sekalipun ragu akan keadilan rezeki Tuhan, bukankah Allah telah berjanji atas semua rezeki hamba-hambanya? Ayolah meskipun merubah persepsi yang sudah terlanjur menjadi sebuah ideologi tidaklah segampang yang dibayangkan, dengan usaha-usaha dan revolusi mental yang kuat untuk merealisasikan perubahannya, Insya Allah semua dapat dilakukan dengan keyakinan kuat. Tentunya tidak cukup hanya dengan teori saja, perlu kerjasama kongkret antara semua pihak, baik pemerintah maupun swasta sendiri dalam bentuk aksi nyata, yaitu dengan cara membentuk pola pikir yang benar dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya yang siap menampung pencari kerja, hingga akhirnya dapat mengurangi jumlah pengangguran dan menekan angka kemiskinan, sekaligus mensiasati mindset masyarakat kearah yang lebih baik yaitu menghargai dan memandang sebuah pekerjaan dengan hati nurani.

Kamis, 10 November 2016

My Graduation Story

Tidak banyak yang bisa aku ucapkan sebelum dan sesudah acara wisuda, bukan seperti kebiasaan aku selama ini, setiap ada seremoni yang kuanggap istimewa, aku selalu menulis sebuah catatan kecil sebagai diary untuk dikenang. Tapi untuk wisuda kali ini, aku belum punya goresan apapun untuk kugambarkan tentang kejadian-kejadian indah yang sudah kita lewati, padahal itu semua sangat manis untuk diingat, padahal semuanya begitu luar biasa. Namun diluar kesibukanku selama ini, aku menyempatkan diri utk menulis ini kepada teman2 semua.

Berawal dari hp blackberry aku yang baru, seminggu yang lalu aku rapikan lagu-lagu lama yang sudah kadaluarsa di memori card bb-ku, sudah menjadi kebiasaanku dari dulu memang meng-update setiap lagu-lagu yang telah usang. Hal ini aku lakukan sebagai upaya penyegaran kembali lagu-lagu, karena lagu sangat bermanfaat buat kita. Seperti kata-katanya Jeannette Vos “Musik bisa mengurangi stres, meredakan ketagangan, meningkatkan energi dan memperbesar daya ingat. Musik menjadikan otak lebih cerdas” [kutipan dalam buku The Learning Revolution].

Sebenarnya bukan mau ngebahas musik ataupun lagu, fakta dari sekian banyak lagu yang ingin aku recycle-kan, aku menjumpai satu lagu yang sangat menggugah emosi dan perasaan, tentu saja teman2 masih ingat bagaimana semangatnya adik-adik kita menyanyikan lagu ini, suara kemesraan mereka pernah membuat kita menitikkan air mata, suara kemesraan mereka pernah menghangatkan jiwa kita. Mungkin saja, tidak terlalu berlebihan meminta teman-teman sekalian untuk mengoleksi lagu ini, ya, lagunya Iwan Fals yang berjudul “Kemesraan”.

Teman-temanku, mungkin hal terkecil dari aku adalah kupersembahkan lagu ini buat kalian, terimakasih buat kalian yang telah memilih dan membawa kedamaian dari lagu ini. Aku yakin lagu ini membawa kita berada di ruang wisuda tercinta, lagu ini membawa jiwa kita mengingat indahnya kebersamaan kita.

Dan untuk kalian yang aku cintai, aku belum sanggup menulis semua tiga tahun bersejarah yang kita punya, dimana kita bisa saling berbagi bersama tentang suka dan duka, kita saling menasehati, kita saling perhatian. Bisa bersama kalian selama ini adalah sebuah anugerah terindah, karena kebersamaan kita telah terukir kesan yang indah tiada tara yang tak akan pernah ku lupa hingga akhir masa. Teman-teman yang sangat istimewa disini, maafkan atas semua kesalahan dan kekhilafanku, kalian akan kukenang sepanjang waktu. Dan yang tak pernah kulupa, satu kata darinya teman kita Antomi Junira Putra, KALIAN LUAR BIASA.


~Dibuat pada Maret 2013~