Sering kali kita mendengar kata mindset, tetapi mungkin kita belum tahu apa arti mindset itu sendiri. Mindset sebenarnya berasal dari dua kata
bahasa inggris yang digabung menjadi satu yaitu “mind” dan “set”. Mind berarti pikiran, akal, ingatan. Sedangkan
“set” adalah kumpulan, perangkat. Jadi
secara harfiah diartikan sebagai kumpulan atau perangkat pikiran atau akal atau
ingatan. Tetapi sebenarnya maksud yang ingin disampaikan bukanlah demikian,
yang dimaksud mindset disini adalah pola
pikir yang mempengaruhi pola kerja atau tindakan-tindakan.
Lantas apa hubungan mindset dengan kita ? sebagai individu yang hidup ditengah-tengah masyarakat
dengan berbagai macam latar belakang disiplin ilmu, kita sering mendengar atau boleh
jadi kita pernah secara gamblang meminta pandangan orang lain (yang kita anggap
dapat memberikan masukan secara objektif) mengenai cara berpikir mereka,
tujuannya adalah mencoba mengenali, mengetahui dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan yang terjadi, agar jangan sampai kita masih berpikir bahwa kita cukup
dengan berjalan saja, tetapi ternyata lingkungan kita sudah menuntut kita untuk
berlari.
Kenyataan yang didengar dan dilihat adalah seringnya
kita mendapatkan pola pikir orang-orang yang memberikan pandanganya malah membuat
kita salah kaprah dalam berpikir dan bertindak. Contohnya seseorang yang sering
diwarung kopi bersama penulis mengatakan bahwa kita punya status sosial lebih rendah
dan hidup pas-pasan (jika tidak boleh dikatakan melarat) jika kita bukan seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia mengatakannya seperti tidak main-main karena memang
latar belakangnya bukan seorang PNS dan penulis sendiri tahu hidupnya memang serba
kekurangan. Nah, saat kita yakin bahwa hidup sebagai seorang yang bukan PNS bisa
serba kekurangan, maka tindakan-tindakan kita pun cenderung mencerminkan keyakinan
itu, artinya bagaimanapun caranya, mencari jalan supaya status pegawai tersebut
dapat kita sandang menjadi sebuah kewajiban bagi kita. Contoh lain mindset yang dapat mempengaruhi tindakan-tindakan
kita walau tidak membuat kita rugi adalah seperti kata-kata orangtua dulu yang sering
mengucapkan kepada anaknya dalam bahasa Aceh “bek kajak sidroe neuk, enteuk dicok le maob” (nak, jangan pergi sendiri,
nanti diculik maob), maka dengan sendirinya anak-anak tidak akan berani keluar
sendiri karena takut diculik maob, padahal kita sendiri yang juga pernah takut dengan
maob baru tahu kalau maob hanyalah sebuah nama yang sangat popular dizaman dulu,
namun orangnya tidak pernah kita kenal. Begitulah kira-kira mindset kita dibentuk berdasarkan atas apa
yang sering kita lihat dan kita dengar.
Hubungannya
dengan pengangguran
Tingginya minat masyarakat kita untuk menjadi PNS tentu
disadari oleh kita semua. Jika tidak sadar, lihat saja ke beberapa sekolah atau
kantor-kantor pemerintahan, dapat dipastikan disana lebih banyak pegawai bakti
daripada PNS. Ironisnya bagi pegawai-pegawai ini, dengan harapan menjadi PNS,
mereka rela bertahun-tahun mengabdi tanpa kejelasan status kapan menjadi seorang
PNS. Jangan ditanya kenapa tidak bekerja sebagai seorang wirausahawan karena
rata-rata dari mereka menjawab wiraswasta tidak menjamin kehidupan yang layak
dan sebagainya. Sedangkan hidup sebagai PNS lebih terhormat, bergengsi, dan
terjamin, disamping itu dikuatkan dengan asumsi bahwa PNS berada dizona nyaman,
meskipun sering bolos dan bermalas-malasan. Meski disisi lain harus diakui
masih banyak PNS yang kreatif dan inovatif dalam menjalankan tupoksinya sebagai
pelayan masyarakat.
Dari pandangan diatas dapat kita simpulkan bahwa,
budaya masyarakat kita yang (masih) cenderung meremehkan orang yang berprofesi
non PNS telah mengubah persepsi kita bahwa bekerja di bukan PNS adalah sebuah kegagalan,
bahkan ada yang lebih kejam lagi, kita dianggap seorang pengangguran meski pada
saat yang sama kita bekerja diswasta atau sedang berwirausaha. Padahal meskipun
profesi wiraswasta dianggap remeh, justru kerap sukses dalam menjalankan bisnisnya,
bahkan memiliki penghasilan melebihi PNS. Namun itu belum cukup sebagai tolok ukur
bagi masyarakat kita untuk berpikir bahwa bekerja di wiraswasta juga bisa mendapat
penghasilan yang lebih banyak.
Berangkat dari seringnya kita mendengar doktrin diataslah,
alam bawah sadar kita semakin percaya bahwa PNS adalah segala-galanya,
menyandang status PNS akan membuat hidup terasa sempurna bahkan sampai berani menganggap
sinis pekerjaan lain seperti berwirausaha. Pola pikir inilah yang dibentuk generasi
muda sekarang, baik yang masih duduk dibangku kuliah maupun yang sudah sarjana,
sehingga saban hari pengangguran samakin bertaburan bagaikan jamur dimusim hujan.
Sebagai bukti harian Serambi Indonesia beberapa waktu lalu pernah merilis data
tahun 2014 dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Kadisnakermobduk)
Aceh yang menyebutkanTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh bertambah dari
11.878 orang tahun 2013 menjadi 18.000 orang ditahun 2014. Dan kemungkinan
semakin bertambah ditahun berikutnya karena sedikitnya lapangan kerja. Data
tersebut juga membuat kita tercengang jika kita lihat sebagian besarnya pengangguran
adalah berasal dari masyarakat yang berpendidikan tinggi, yaitu tamatan SMA,
Diploma dan Universitas. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat kita masih terlalu mengharapkan
pekerjaan dari pemerintah, artinya ketika ada banyak lulusan yang tidak menjadi
PNS disetiap penerimaan, mereka lebih memilih menunggu penerimaan ditahun berikutnya
daripada menciptakan lapangan kerja sendiri, sehingga hasilnya adalah pengangguran
semakin merajalela.
Oleh karena itu, sudah seyogianya, sepantasnya kita harus
mengubah mindset kita terhadap sebuah
pekerjaan, janganlah meremehkan suatu pekerjaan karena hakikatnya pekerjaan tidak
pernah salah, baik itu PNS, wiraswasta maupun lain-lain, bahkan semua pekerjaan
sama-sama saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Dan yang paling
penting, selama pekerjaan yang kita geluti itu labelnya halal, maka rejeki yang
kita peroleh pun sama derajatnya dimata Allah Swt. Jangan pernah sekalipun ragu
akan keadilan rezeki Tuhan, bukankah Allah telah berjanji atas semua rezeki hamba-hambanya?
Ayolah meskipun merubah persepsi yang sudah terlanjur menjadi sebuah ideologi tidaklah
segampang yang dibayangkan, dengan usaha-usaha dan revolusi mental yang kuat untuk
merealisasikan perubahannya, Insya Allah semua dapat dilakukan dengan keyakinan
kuat. Tentunya tidak cukup hanya dengan teori saja, perlu kerjasama kongkret antara
semua pihak, baik pemerintah maupun swasta sendiri dalam bentuk aksi nyata,
yaitu dengan cara membentuk pola pikir yang benar dan menyediakan lapangan pekerjaan
sebanyak-banyaknya yang siap menampung pencari kerja, hingga akhirnya dapat mengurangi
jumlah pengangguran dan menekan angka kemiskinan, sekaligus mensiasati mindset masyarakat kearah yang lebih baik
yaitu menghargai dan memandang sebuah pekerjaan dengan hati nurani.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar